null

Program Studi (Prodi) Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) secara formal berdiri bersamaan dengan berdirinya FKUI tahun 1950, yang saat itu baru memiliki 28 bidang ilmu kedokteran. Program pendidikan spesialis bedah dimulai melalui konsep magang (apprenticeship). Pendidikan seperti ini berlangsung hingga dibentuk suatu lembaga yang mengatur perihal mengenai pendidikan bedah pada tahun 1967, yaitu Majelis Nasional Penilai Ahli Bedah (MNPAB); bersamaan dengan berdirinya organisasi profesi ahli bedah (Ikatan Ahli Bedah Indonesia, disingkat IKABI). Pada tahun 1977, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama Departemen Kesehatan, Majelis Ahli, Ikatan Dokter Indonesia dan Perhimpunan Dokter Ahli merumuskan Sistem Pendidikan Tinggi Bidang Kedokteran (scientific curriculum) yang diterapkan pada Katalog Program Studi Ilmu Bedah 1978. Selama kurun waktu 27 tahun (1978-2005), pendidikan dokter spesialis bedah Indonesia dijalankan berdasarkan kurikulum yang tersurat di dalam Katalog Program Studi Ilmu Bedah 1978 yang kemudian mengalami revisi tahun 1992 dan 1997.

Pendidikan ilmu bedah mengalami perubahan pesat sejak ditetapkannya Undang-undang no 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Kemudian, KIBI menetapkan sistem pendidikan dokter spesialis bedah berbasis kompetensi (competence based) berbasis modul pada tahun 2006. Selain itu terdapat pula perubahan di dalam pendidikan spesialis dari berbagai cabang keilmuan di dalam ilmu bedah, yaitu ilmu bedah ortopedi, urologi, ilmu bedah plastik, ilmu bedah toraks dan kardiovaskular, serta ilmu bedah anak dan pendidikan subspesialis, yaitu bedah digestif, bedah onkologi, kepala-leher, dan payudara, serta bedah vaskular. Perkembangan ini telah mendorong peran dokter spesialis bedah (umum) memiliki kompetensi utama pada bedah emergensi, baik trauma maupun nontrauma, serta berbagai kompetensi bedah elektif pada kasus-kasus bedah yang secara insidensi sangat tinggi dan dapat dilakukan di semua tipe rumah sakit. Hal ini menyebabkan perubahan signifikan di dalam sistem pelayanan bedah oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia yang telah terbagi menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan tingkat I, II, dan III.

Prodi Ilmu Bedah FKUI lahir dari kebutuhan masyarakat akan kesembuhan dari masalah-masalah kesehatan yang perlu diselesaikan melalui pendekatan praktik pembedahan. Seiring dengan berkembangnya praktik kedokteran modern di Eropa sekitar tahun 1700, praktik kedokteran bedah di Indonesia juga mulai mengadopsi dan mengembangkan ilmu kedokteran bedah secara mandiri disekitar periode 1945. Pada periode 1950 – 1990an, pola pendidikan yang diterapkan, secara teoritis, berkiblat pada model apprenticeship atau magang, mengikuti negara-negara Commonwealth atau Eropa lainnya. Nyatanya, model pendidikan yang terjadi di lapangan lebih banyak meniru model Halsted di USA, yaitu pendidikan di institusi fakultas kedokteran. 

Ilmu kedokteran bedah yang terus berkembang pesat menuntut penerapan pendidikan PPDS Ilmu Bedah yang update dan terevaluasi secara berkala. Terutama pada periode 1990 – 2004 ketika proses pendidikan menganut model Competence Based (C-Based). Sistem ini kemudian kembali disempurnakan pada tahun 2005, ketika model Evidence Based Medicine (EBM) juga digunakan bersama dengan C-Based. Sistem tersebut diaplikasikan melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi jalur profesi menggunakan kurikulum yang dikembangkan oleh Kolegium Ilmu Bedah, dilaksanakan di rumah sakit pendidikan dan jejaringnya. Kurikulum tersebut merupakan integrasi antara pendidikan dan profesi untuk menghasilkan lulusan dengan kompetensi dokter spesialis bedah yang lengkap dan terampil, memiliki pendekatan humanistik dan pertimbangan etika terhadap pasien, yaitu prinsip tidak merugikan (nonmaleficence), prinsip berbuat baik (beneficence), prinsip menghormati pasien (autonomy), dan prinsip keadilan (justice), serta selalu bekerja dengan profesionalisme yang tinggi.

Akan tetapi, tuntutan keilmuan ilmiah yang tinggi terhadap dokter, tingkat pendidikan yang semakin tinggi pula di kalangan pasien, serta perkembangan teknologi yang terus melaju membuat pendidikan bedah dewasa ini tidak hanya cukup sebatas kompeten dalam menghadapi suatu kasus, tetapi juga perlu bersifat ilmiah dalam setiap situasi. Pada tahun 2010, muncul istilah Academic Surgeon sebagai solusi dari kebutuhan tersebut. Pemerintah Republik Indonesia juga telah menasbihkan sistem Academic Profession melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Pada tahun yang sama, UI juga telah mengeluarkan aturan turunan dari PP tersebut melalui Surat Keputusan Rektor. FKUI sendiri juga mencoba untuk menerapkan sistem Academic Surgeon mulai 2014, dengan praktik di lapangan sesuai model Halsted di USA.

Pembedahan merupakan salah satu metode penting dalam berbagai kasus kesehatan. Melalui sistem Academic Surgeon, para dokter bedah lulusan Prodi Ilmu Bedah FKUI diharapkan tidak hanya kompeten dalam mengerjakan berbagai kasus bedah yang dihadapi, tetapi juga selalu mengedepankan nilai keilmiahan pada setiap situasi yang dihadapi. Dengan demikian, seorang dokter bedah dengan karakter academic surgeon akan selalu mampu memberikan pelayanan yang optimal seiring dengan perkembangan ilmu bedah dan teknologi. 

Sebagai garda terdepan pencetak dokter-dokter unggul di Indonesia, FKUI berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi dunia kesehatan. Salah satu peran penting tersebut adalah mendidik dokter-dokter spesialis. Sebagai salah satu bagian dari RSCM-FKUI, Prodi Ilmu Bedah FKUI berperan aktif mencetak dokter-dokter bedah unggul yang terampil dan berpengetahuan mumpuni dengan mengedepankan etika kedokteran dalam menjalankan profesi.